Muara Teweh Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Barito Utara memaparkan perkembangan terbaru terkait Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan pola ruang kabupaten dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama DPRD Barito Utara, Selasa (7/10/2025) di ruang rapat DPRD setempat. Pemaparan tersebut disampaikan langsung oleh Kepala Dinas PUPR, M. Iman Topik, yang menjabarkan data teknis serta isu strategis terkait pelepasan kawasan hutan dan penataan ruang daerah.

Dalam paparannya, Iman Topik menjelaskan bahwa berdasarkan SK Menteri Kehutanan Nomor 6627 Tahun 2021 tentang Peta Perkembangan Pengukuhan Kawasan Hutan Provinsi Kalimantan Tengah sampai dengan tahun 2020, total luas wilayah Kabupaten Barito Utara mencapai 998.770,62 hektar. Luasan tersebut terbagi ke dalam beberapa kategori kawasan, mulai dari hutan lindung, hutan produksi, hingga areal penggunaan lain.

Secara rinci, komposisi luas kawasan tersebut meliputi: hutan lindung 43.609,23 hektar (4,37%), hutan produksi tetap 347.139,75 hektar (34,76%), hutan produksi terbatas 257.003,35 hektar (25,73%), hutan produksi konversi 157.192,51 hektar (15,74%), cagar alam 5.938,02 hektar (0,59%), areal penggunaan lain (APL) 180.026,59 hektar (18,20%), dan badan air 7.861,17 hektar (0,79%).

“Dalam revisi RTRW terbaru sesuai Perda Nomor 13 Tahun 2019, seluruh pembagian pola ruang Barito Utara telah dituangkan secara jelas dalam peta yang kami tampilkan. Warna hijau menggambarkan hutan lindung, kuning untuk hutan produksi, merah untuk hutan produksi konversi, ungu cagar alam, putih untuk APL, dan biru untuk badan air,” jelas Iman di hadapan pimpinan dan anggota DPRD serta perwakilan perangkat daerah dan media.

Kadis PUPR juga menjelaskan bahwa pemerintah daerah sebelumnya telah mengusulkan luasan 53.780 hektar sebagai APL tidak produktif kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) agar dapat diproses sesuai ketentuan yang berlaku. Usulan tersebut diharapkan menjadi langkah strategis dalam mendukung pembangunan daerah, terutama pada kawasan yang membutuhkan legalitas pemanfaatan ruang.

“Kami masih menunggu tindak lanjut dari pemerintah pusat. Jika terdapat kekurangan dokumen atau data, tim teknis kami siap untuk segera melengkapinya,” ujar Iman Topik.

Lebih lanjut, Iman menyoroti adanya sejumlah aset daerah seperti jalan dan bangunan yang berdasarkan hasil overlay peta diketahui berada dalam kawasan hutan. Menurutnya, kondisi tersebut menjadi tantangan serius dalam pelaksanaan pembangunan, karena setiap kegiatan yang berada di kawasan hutan harus memenuhi persyaratan administrasi dan perizinan yang ditetapkan pemerintah pusat.

“Ini menjadi isu yang harus kita selesaikan bersama. Kami sudah beberapa kali berkoordinasi dengan Direktorat terkait di kementerian untuk mencari solusi terbaik, baik melalui mekanisme pelepasan kawasan maupun pemanfaatan sesuai ketentuan yang berlaku,” tegasnya.

RDP tersebut diharapkan dapat memperkuat sinkronisasi kebijakan tata ruang dan memastikan bahwa seluruh kegiatan pembangunan di Kabupaten Barito Utara berjalan sesuai koridor hukum. Kolaborasi antara pemerintah daerah, DPRD, serta kementerian terkait dinilai menjadi kunci utama dalam mewujudkan tata kelola ruang yang tertib, terencana, dan mendukung pembangunan berkelanjutan.